Geoffrey Lee/Planefocus |
Korea Selatan sedang mengeksplorasi kemungkinan penggunaan mesin EJ200 pada program Korea Fighter Experimental (KF-X), dengan pihak konsorsium Eurojet.
Menurut sumber pada Seoul Air Show, pihak South Korean Defense Acquisition Program Administration telah mengirimkan permintaan informasi kepada Eurojet untuk mesin EJ200 dan General Electric untuk mesin F414-nya.
"Kami menawarkan EJ200 untuk digunakan pada KF-X, dan akan melibatkan mereka dalam memproduksi 60% komponen mesin," kata wakil presiden penjualan Eurojet, Paul Herrmann.
"Akan terjadi transfer teknologi sebesar 60%, yang diharapkan dapat membantu mereka untuk mandiri". Dia juga menambahkan, terserah Korea Selatan untuk memutuskan bagian mesin apa yang akan diproduksi secara lokal, dan tampaknya Korea Selatan sangat tertarik dengan teknologi kontrol mesin digita.
Saat ini, mesin EJ200 telah digunakan oleh pesawat tempur Eurofighter Typhoon, yang merupakan salah satu kandidat untuk program pengadaan 60 pesawat tempur, F-X III Korea Selatan. Herrmann menekankan bahwa tawaran EJ200 untuk KF-X tidak terkait dengan kampanye Eurofighter dalam program F-X III tersebut. Mesin F414 juga telah digunakan oleh Boeing F/A-18E/F Super Hornet, yang juga merupakan kandidat pada Program F-X III.
Pogram pesawat tempur KF-X membutuhkan mesin yang memiliki daya dorong sebesar 50.000lb (220kN), tetapi pihak pengembang KF-X belum memutuskan akan menggunakan konfigurasi mesin ganda EJ200 dan F414, atau mesin tunggal yang lebih besar seperti Pratt & Whitney F135, mesin yang digunakan oleh Lockheed Martin F-35.
Saat ini, P&W belum menerima RFI untuk program KF-X, namun perusahaan tersebut menyatakan bersedia untuk mengeksplorasi kemungkinan kerja sama jika diminta oleh pengembang KF-X. P&W merupakan pemosok mesin utama bagi armada pesawat tempur AU Korea Selatan, 21 unit Boeing F-15Ks yang diperoleh dari Program F-X II dan Pesawat tempur Lockheed KF-16 menggunakan mesin P&W F100.
Pemerintah Korea Selatan telah lama tertarik untuk menjalankan program KF-X, yang ditujukan untuk membuat pesawat tempur pengganti bagi armada F-16 AU Korsel.
Pada bulan Juli, Korea Aerospace Industries dan pemerintah akhirnya menandatangani kontrak untuk menjalankan program KF-X. Indonesia juga bagian dari program tersebut, kedua negara telah mendirikan pusat penelitian dan pengembangan di bulan Agustus lalu.
Pada tanggal 14 Juli, kantor berita resmi Indonesia Antara mengatakan, Indonesia akan berpartisipasi dalam program ini, dan akan memberikan kontribusi 20% dari biaya pengembangan. Kedua mitra telah setuju untuk memproduksi 150 sampai 200 unit, dimana Indonesia akan mendapatkan 50 unit.
Pada tanggal 14 Juli, kantor berita resmi Indonesia Antara mengatakan, Indonesia akan berpartisipasi dalam program ini, dan akan memberikan kontribusi 20% dari biaya pengembangan. Kedua mitra telah setuju untuk memproduksi 150 sampai 200 unit, dimana Indonesia akan mendapatkan 50 unit.
Sumber industri juga menyatakan bahwa pihak AS sangat meragukan program KF-X, dimungkinkan karena pihak AS masih khawatir untuk menyediakan teknologi canggih bagi pesawat yang sedang dikembangkan bersama dengan Indonesia, sebuah negara yang telah terkena sanksi embargo senjata AS di masa lalu.
Sumber dari pejabat pemerintah AS juga mengatakan, KF-X akan memberikan beban yang luar biasa kepada para penelitian dan anggaran pertahanan Korea Selatan, dan ia juga meragukan pesawat tempur yang dihasilkan akan lebih efektif jika dibandingkan dengan produk yang telah tersedia di pasar internasional.
Sumber dari pejabat pemerintah AS juga mengatakan, KF-X akan memberikan beban yang luar biasa kepada para penelitian dan anggaran pertahanan Korea Selatan, dan ia juga meragukan pesawat tempur yang dihasilkan akan lebih efektif jika dibandingkan dengan produk yang telah tersedia di pasar internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar