SU-30MK TNI AU |
Kulon Progo, Jawa
Tengah (ANTARA News) - TNI-AU mempercepat pengadaan berbagai arsenal dan
sistem pendukungnya yang diprogramkan untuk kurun 2010-2014 pada jangka
waktu lima tahun ke depan.
Jadi pesan tegas kepada
negara-negara yang mau main-main dengan kita: jangan coba teruskan niat
itu kalau tidak mau berhadapan dengan militer dan seluruh rakyat
Indonesia.
Kepala Staf TNI-AU, Marsekal TNI Imam Sufaat, di
Wates, Kamis, mengatakan, "Presiden SBY berharap sebelum beliau masa
jabatannya berakhir ada percepatan pengadaan arsenal ini. Sehingga saat
masa jabatan beliau berakhir, TNI dalam hal ini TNI-AU sudah kuat."
Dengan begitu, penguatan arsenal matra udara TNI bersesanti Swabhuwana Pakca
atau Sayap Tanah Air itu sesuai harapan Yudhoyono. Pada dasawarsa
'60-an, AURI menjadi kekuatan udara terkuat di belahan selatan dunia.
Saat itu, pemerintahan Bung Karno mengerahkan 29 persen APBN Indonesia
untuk belanja militer.
Untuk ukuran saat ini, jumlah, jenis, dan
tipe arsenal yang akan dibeli dengan berbagai skema pengadaan itu
sungguh beragam. Mulai dari EMB-314 Super Tucano dari Brazil, jet latih lanjut-serang ringan T-50 Eagle dari Korea Utara, enam Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker yang juga dilengkapi sistem kesenjataan dan avionikanya.
Rusia
memang unik dalam menjual persenjataannya. Mereka jarang menempuh cara
satu paket utuh; mereka menjual senjata dari satu fase ke fase
berikutnya. Jadi kalau membeli Su-27 Flanker, mereka terlebih dahulu menjual pesawat terbang secara standar dan pelatihan pilotnya.
Untuk
kelengkapan avionika dan sistem pendukung lain agar bisa memaksimalkan
kemampuan dan persenjataan, itu hal lain yang perlu dirundingkan lebih
lanjut. Produknya memang sangat andal, tapi berurusan dengan mereka
cukup "ribet".
Masih ada bonus dari sikap Indonesia yang dinilai
baik di mata Amerika Serikat. Itu adalah "kebaikan hati" pemerintah dan
Kongres Amerika Serikat untuk menghibahkan 30 F-16 blok 32 Fighting Falcon.
Sudah
cukupkah? Ternyata masih ada lagi, yaitu tidak tertutup kemungkinan
ke-30 F-16 bekas pakai National Guard Air Force Reserve itu ditingkatkan
lagi ke blok 52 sehingga setara dengan F-16 yang dimiliki sekutu-sekutu
Amerika Serikat, di antaranya Singapura, Saudi Arabia, dan Belanda.
Tentang
yang terakhir ini, Sufaat berkata, "Selain itu, Konggres Amerika pada
15 Agustus baru saja menyetujui bantuan pengadaan pesawat F-16 sebanyak
30 unit. Bagi kami, 24 untuk operasional pengaman dan enam lainnya
sebagai cadangan. Kerjasama ini perjanjian pemerintah dengan
pemerintah."
Langkah lebih ambisius juga telah digariskan Markas
Besar TNI-AU di Cilangkap, Jakarta Timur. Itu berupa kerjasama dengan
Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) membuat pesawat yang lebih canggih
dibandingkan dengan pesawat F-16.
"Kerjasama dengan Korea
tersebut, diharapkan hingga pada 2020, Indonesia kembali memiliki
tambahan 50 unit pesawat yang memiliki kecanggihan di atas F-16,"
katanya. Dalam "peta silsilah" penerbangan tempur, F-16 yang sekelas
dengan Mirage 2000, sedikit di bawah Eurofighter Typhoon dan
Mikoyan-Gurevich MiG-29, berada pada jajaran generasi keempat pesawat
tempur.
Kalau uang menjadi pembatas, maka hubungan baik bisa
menjadi obat mujarab. Sufaat menyatakan, TNI-AU juga sedang menunggu
pengadaan pesawat C-130 Hercules dari Angkatan Udara Australia, yang
juga sangat berfungsi vital sebagai pesawat untuk penanganan bencana
alam dan operasi kemanusiaan lain.
"Kami masih menunggu dari
Australia seperti pengadaan pesawat Hercules untuk pengananan bencana.
Sehingga jika terjadi bencana, dapat digunakan untuk membantu menangani
seperti penyaluran bahan makanan atau untuk menyelamatkan korban
bencana," katanya.
Menurut dia, banyak pesawat yang sudah ada
perlu segara diganti karena usianya rata-rata mencapai 30 tahun baik
buatan Rusia seperti Sukhoi dan pesawat F-16 dari Amerika.
"Satu
skuadron perlu segara diganti, kalau tidak diganti biaya perawatannya
sangat tinggi. Selain itu, ada beberapa suku cadangan pesawat sudah
tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak
beroperasi," katanya.
Walau demikian, kata dia, meski beberapa
pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, TNI-AU akan
memaksimalkan operasionalisasi pesawat tempur untuk mengamankan wilayah
kedaulatan Indonesia dari ancaman negara-negara lain.
Paling
tidak, ada Malaysia, negara dalam ASEAN yang menunjukkan indikasi
pemilikan terhadap Blok Ambalat. Walau perundingan petinggi militer
Indonesia dan Malaysia --selalu mengklaim diri the Truly Asia-- menyatakan tidak akan ada aksi militer, mereka tidak malu-malu lagi meluncurkan unit-unit "patroli militer" di perairan itu.
Kalau
kekuatan militer Indonesia sudah lebih kuat, ditunjang elan seluruh
rakyat dan bangsa Indonesia, bisa diramalkan Malaysia dan negara-negara
lain mengurungkan niat mengutik-utik keutuhan wilayah kedaulatan
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar